Meskipun usianya masih kepala dua, kemampuan Sinta (22) dalam bisnis tergolong luar biasa. Usaha keripik pisang yang dibangunnya sejak tiga tahun lalu kini sudah menghasilkan omzet ratusan juta rupiah per tahun. Mimpi mahasiswi Universitas Lampung itu untuk mengangkat taraf hidup keluarga mulai terwujud.
Saya harapan keluarga karena kakak saya enggak sekolah. Orangtua enggak punya biaya untuk kelanjutan sekolah anaknya. Di keluarga, hanya saya yang pendidikannya sampai perguruan tinggi," ujar Sinta membuka percakapan dengan Warta Kota.
Beberapa hari lalu pemilik usaha Istana Keripik Ibu Mery itu meninggalkan bisnisnya di Bandarlampung. Anak bungsu dari pasangan Sayuti dan Mery itu berada di Jakarta untuk mengikuti acara final pemilihan Wirausaha Muda Mandiri 2008 yang digelar Bank Mandiri. Cewek bertubuh mungil itu terpilih sebagai salah satu finalis untuk kategori mahasiswa.
Tentu saja terpilihnya Sinta mewakili Provinsi Lampung sangat membanggakan keluarga. Prestasi itu melengkapi kebahagiaan ibunya, Mery. Dua bulan lalu Sinta membelikan sang ibu satu mobil Kijang Innova.
"Bisnis merupakan pilihan hidup saya. Saya percaya, lewat bisnis saya dapat meningkatkan taraf hidup keluarga. Saya ingin membahagiakan ibu," kata bungsu dari empat bersaudara ini.
Langkah pertamanya adalah mencantumkan nama ibunya Mery, sebagai merek dagang. Sinta seperti ingin memberitahukan kepada khalayak bahwa setiap manusia berhak untuk maju dan bisa hidup sejahtera.
Perempuan kelahiran Telukbetung ini mengakui, sebelumnya Mery sering diejek karena tidak berpendidikan. Keluarganya juga dipandang sebelah mata. Maklum, secara sosial ekonomi mereka berasal dari keluarga kurang mampu.
Namun, anggapan negatif itu berubah setelah mengetahui Sinta dapat mengelola bisnisnya dengan baik sambil melanjutkan kuliah di Universitas Lampung. Saat ini Sinta sudah masuk semester VII di Fakultas Ekonomi Unla.
Cambuk kemiskinan
Kemiskinan menjadi cambuk bagi Sinta untuk maju. Karena tak mau putus sekolah seperti kakak-kakaknya, sejak kecil Sinta sudah bekerja keras untuk mencari uang. Ketika masih duduk di kelas VI SD, diam-diam bocah ini berdagang keripik pisang.
Sinta kecil sudah mempunyai jiwa entrepreneur. Dia lihai mencari duit. Mungkin itulah yang dinamakan "kekuatan kepepet". Manusia tiba-tiba mempunyai energi sangat besar untuk bertahan mengatasi tekanan hidup yang berat.
"Kelas VI SD saya sudah dagang. Saya beli keripik pisang Rp 3.000 per kilogram, lalu saya jual Rp 5.000. Punya untung Rp 2.000 untuk jajan dan biaya sekolah," kata Sinta sambil menambahkan bahwa 1 kilogram keripik pisang itu biasanya dibungkus dalam kemasan kecil sehingga bisa menjadi 50 bungkus. Satu bungkus dijual Rp 100 rupiah.
Sesuai postur tubuhnya yang mungil, alumnus SMAN 7 Bandar Lampung ini sejak dulu dikenal sangat lincah. Menurut Sinta, ketika SMP dia sempat membantu di bengkel ayahnya yang membuat teralis besi. "Waktu kecil saya sering pindah-pindah rumah karena belum mempunyai rumah sendiri. Kondisi itu memberi saya inspirasi bahwa kalau sudah besar ingin punya rumah sendiri agar hidup nyaman," ujar Sinta.
Sembilan rasa
Apa yang diperoleh Sinta tidak datang begitu saja. Semuanya lewat proses panjang dan kerja keras. Saat duduk di kelas 2 SMA, Sinta bekerja di perusahaan home industry keripik pisang selama enam bulan. Merasa sudah mempunyai keterampilan, muncul keinginannya untuk membuka usaha sendiri, dengan modal awal Rp 3.000.000.
"Saya praktik bikin keripik pisang, beberapa kali gagal. Namun, akhirnya berhasil. Dibantu dua sahabat saya, kami menjualnya ke sekolah kepada teman-teman dan guru. Dagangannya laku. Itu menambah semangat," kata Sinta yang kini mempunyai 13 tenaga kerja.
Jalannya makin terbuka karena rumah orangtuanya berada di lokasi strategis, persisnya di pinggir Jalan Pagar Alam, Bandar Lampung. Kalau musim liburan, penjualannya bisa bertambah banyak. Para pelancong membeli keripik pisang sebagai oleh-oleh khas Lampung.
Menurut Sinta, dia sengaja menekuni bisnis keripik pisang karena bahan bakunya melimpah di Lampung. Selain itu, daerah tempat tinggal orangtuanya merupakan salah satu sentra produksi keripik pisang.
Ia mengakui, persaingan bisnis keripik pisang kian ketat. Untuk mengatasinya, Sinta selalu berusaha mengembangkan kreativitas, antara lain dengan membuat produk baru dan memberikan kepuasan kepada pelanggan.
Menurut Sinta, salah satu kekuatannya adalah memberi kesempatan kepada calon pembeli mencicipi sembilan rasa keripik produksinya. Saat ini Istana Keripik Ibu Mery mempunyai berbagai produk, seperti keripik pisang rasa cokelat, keju, jagung, dan stroberi. Di samping keripik pisang, juga tersedia keripik singkong dan talas.
Dengan bertambah besarnya omzet, Sinta mulai mewujudkan mimpi-mimpinya. Sebagian hasil usahanya sudah dipakai untuk membuat rumah kakaknya pada tahun 2006. Ia juga membeli mobil Kijang pikap untuk kegiatan operasi, seperti membeli pisang ke pelosok daerah dan membeli tanah yang kini menjadi tempat dibangunnya empat unit ruko.
"Untuk operasional, mobilnya saya kendarai sendiri. Ngambil pisang ke daerah pelosok sambil ngasih zakat," tutur Sinta yang mengaku selain bekerja, dia tidak lupa selalu berdoa kepada Allah SWT untuk kesuksesannya.
Sampai Warta Kota meninggalkan Hotel Millennium di Jalan Kebonsirih, Jakarta, kegiatan penjurian Wirausaha Muda Mandiri masih berlangsung. Kalaupun Sinta tidak juara dalam program tersebut, ia tetap menjadi juara sejati dalam hidupnya. Dia telah sukses membangun bisnis dalam usia muda dan mampu melawan kemiskinan dengan kerja keras. Bravo Sinta!
Saya harapan keluarga karena kakak saya enggak sekolah. Orangtua enggak punya biaya untuk kelanjutan sekolah anaknya. Di keluarga, hanya saya yang pendidikannya sampai perguruan tinggi," ujar Sinta membuka percakapan dengan Warta Kota.
Beberapa hari lalu pemilik usaha Istana Keripik Ibu Mery itu meninggalkan bisnisnya di Bandarlampung. Anak bungsu dari pasangan Sayuti dan Mery itu berada di Jakarta untuk mengikuti acara final pemilihan Wirausaha Muda Mandiri 2008 yang digelar Bank Mandiri. Cewek bertubuh mungil itu terpilih sebagai salah satu finalis untuk kategori mahasiswa.
Tentu saja terpilihnya Sinta mewakili Provinsi Lampung sangat membanggakan keluarga. Prestasi itu melengkapi kebahagiaan ibunya, Mery. Dua bulan lalu Sinta membelikan sang ibu satu mobil Kijang Innova.
"Bisnis merupakan pilihan hidup saya. Saya percaya, lewat bisnis saya dapat meningkatkan taraf hidup keluarga. Saya ingin membahagiakan ibu," kata bungsu dari empat bersaudara ini.
Langkah pertamanya adalah mencantumkan nama ibunya Mery, sebagai merek dagang. Sinta seperti ingin memberitahukan kepada khalayak bahwa setiap manusia berhak untuk maju dan bisa hidup sejahtera.
Perempuan kelahiran Telukbetung ini mengakui, sebelumnya Mery sering diejek karena tidak berpendidikan. Keluarganya juga dipandang sebelah mata. Maklum, secara sosial ekonomi mereka berasal dari keluarga kurang mampu.
Namun, anggapan negatif itu berubah setelah mengetahui Sinta dapat mengelola bisnisnya dengan baik sambil melanjutkan kuliah di Universitas Lampung. Saat ini Sinta sudah masuk semester VII di Fakultas Ekonomi Unla.
Cambuk kemiskinan
Kemiskinan menjadi cambuk bagi Sinta untuk maju. Karena tak mau putus sekolah seperti kakak-kakaknya, sejak kecil Sinta sudah bekerja keras untuk mencari uang. Ketika masih duduk di kelas VI SD, diam-diam bocah ini berdagang keripik pisang.
Sinta kecil sudah mempunyai jiwa entrepreneur. Dia lihai mencari duit. Mungkin itulah yang dinamakan "kekuatan kepepet". Manusia tiba-tiba mempunyai energi sangat besar untuk bertahan mengatasi tekanan hidup yang berat.
"Kelas VI SD saya sudah dagang. Saya beli keripik pisang Rp 3.000 per kilogram, lalu saya jual Rp 5.000. Punya untung Rp 2.000 untuk jajan dan biaya sekolah," kata Sinta sambil menambahkan bahwa 1 kilogram keripik pisang itu biasanya dibungkus dalam kemasan kecil sehingga bisa menjadi 50 bungkus. Satu bungkus dijual Rp 100 rupiah.
Sesuai postur tubuhnya yang mungil, alumnus SMAN 7 Bandar Lampung ini sejak dulu dikenal sangat lincah. Menurut Sinta, ketika SMP dia sempat membantu di bengkel ayahnya yang membuat teralis besi. "Waktu kecil saya sering pindah-pindah rumah karena belum mempunyai rumah sendiri. Kondisi itu memberi saya inspirasi bahwa kalau sudah besar ingin punya rumah sendiri agar hidup nyaman," ujar Sinta.
Sembilan rasa
Apa yang diperoleh Sinta tidak datang begitu saja. Semuanya lewat proses panjang dan kerja keras. Saat duduk di kelas 2 SMA, Sinta bekerja di perusahaan home industry keripik pisang selama enam bulan. Merasa sudah mempunyai keterampilan, muncul keinginannya untuk membuka usaha sendiri, dengan modal awal Rp 3.000.000.
"Saya praktik bikin keripik pisang, beberapa kali gagal. Namun, akhirnya berhasil. Dibantu dua sahabat saya, kami menjualnya ke sekolah kepada teman-teman dan guru. Dagangannya laku. Itu menambah semangat," kata Sinta yang kini mempunyai 13 tenaga kerja.
Jalannya makin terbuka karena rumah orangtuanya berada di lokasi strategis, persisnya di pinggir Jalan Pagar Alam, Bandar Lampung. Kalau musim liburan, penjualannya bisa bertambah banyak. Para pelancong membeli keripik pisang sebagai oleh-oleh khas Lampung.
Menurut Sinta, dia sengaja menekuni bisnis keripik pisang karena bahan bakunya melimpah di Lampung. Selain itu, daerah tempat tinggal orangtuanya merupakan salah satu sentra produksi keripik pisang.
Ia mengakui, persaingan bisnis keripik pisang kian ketat. Untuk mengatasinya, Sinta selalu berusaha mengembangkan kreativitas, antara lain dengan membuat produk baru dan memberikan kepuasan kepada pelanggan.
Menurut Sinta, salah satu kekuatannya adalah memberi kesempatan kepada calon pembeli mencicipi sembilan rasa keripik produksinya. Saat ini Istana Keripik Ibu Mery mempunyai berbagai produk, seperti keripik pisang rasa cokelat, keju, jagung, dan stroberi. Di samping keripik pisang, juga tersedia keripik singkong dan talas.
Dengan bertambah besarnya omzet, Sinta mulai mewujudkan mimpi-mimpinya. Sebagian hasil usahanya sudah dipakai untuk membuat rumah kakaknya pada tahun 2006. Ia juga membeli mobil Kijang pikap untuk kegiatan operasi, seperti membeli pisang ke pelosok daerah dan membeli tanah yang kini menjadi tempat dibangunnya empat unit ruko.
"Untuk operasional, mobilnya saya kendarai sendiri. Ngambil pisang ke daerah pelosok sambil ngasih zakat," tutur Sinta yang mengaku selain bekerja, dia tidak lupa selalu berdoa kepada Allah SWT untuk kesuksesannya.
Sampai Warta Kota meninggalkan Hotel Millennium di Jalan Kebonsirih, Jakarta, kegiatan penjurian Wirausaha Muda Mandiri masih berlangsung. Kalaupun Sinta tidak juara dalam program tersebut, ia tetap menjadi juara sejati dalam hidupnya. Dia telah sukses membangun bisnis dalam usia muda dan mampu melawan kemiskinan dengan kerja keras. Bravo Sinta!
0 komentar:
Posting Komentar