Pages

10 Agu 2011

Jangan Risih Bicara Seks Pada Anak




Pernikahan Dini. Masih ingat sinetron yang dibintangi Agnes Monica dan Sahrul Gunawan itu? Begitulah yang bisa terjadi kalau sepasang remaja belum mendapatkan pengetahuan seksual yang cukup. Lewat pendidikan seks yang terbuka dan benar dariortu, "kecelakaan seks" itu bisa dicegah.
Banyak fakta menunjukkan, sebagian besar remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah berasal dari keluarga yang kurang harmonis atau orangtua yang abai (neglect). Mereka menganggap, hubungan seksual sebagai sarana untuk memperoleh perhatian yang tak ia dapatkan dari orangtua.
Keterbukaan komunikasi dapat mudah terjalin dalam keluarga harmonis. Informasi seks yang benar pun dapat disampaikan secara mulus kepada anak. Sayangnya, banyak orangtua merasa risih dan sungkan bila membicarakan masalah seks pada anaknya. Hal itu terjadi karena adanya anggapan seks itu kotor dan tabu untuk dibicarakan. Padahal, perilaku seks adalah hal yang normal karena kita memang makhluk seksual demi kelangsungan hidup manusia.
Kapan dan bagaimana kita memberikan informasi dan pendidikan seks pada anak? Berikut ini paparan dari psikolog Tati Mulyawati, Psi. dalam buku Healthy Sexual Life, cara yang dapat dilakukan orantua dalam memberikan pendidikan seks.
Usia 0 - 3 Tahun:
  • Buatlah ia merasa nyaman dengan tubuhnya dalam cara kita membasuh kelaminnya saat ia buang air dan memandikan.
  • Ajari mana perilaku yang boleh dilakukan di depan umum dan yang tidak. Misalnya, tidak telanjang saat ada tamu dan selalu berpakaian di kamar.
  • Ajari perbedaan anatomi tubuh laki-laki dan perempuan. Ciptakan saat yang tepat dengan mandi bersama orangtua.
  • Jelaskan proses tubuh, seperti melahirkan dan hamil dalam kalimat yang sederhana. Misalnya, hamil artinya ada adik bayi di dalam perut ibu. Dari mana bisa ada adik bayi? Dari ayah dan ibu.
  • Hindari perasaan malu dan bersalah akan bentuk tubuh dan fungsinya.
Usia 4 - 5 tahun:
  • Bantu anak memahami konsep "privasi" dan pembicaraan tentang seks itu adalah hal pribadi. Misalnya, anak tidak diperkenankan untuk berada di kamar paman atau bibinya yang hendak berganti pakaian.
  • Ajari mana yang benar dari bagian tubuh dan fungsinya. Nama-nama slank atau plesetan akan membuat anak bingung dan belajar untuk malu membicarakannya.
  • Jelaskan bagaimana bayi bisa berada dalam kandungan ibu. Misalnya, katakan bahwa adik bayi berasal dari cairan dari penis ayah yang masuk ke perut ibu.
  • Dukung anak agar datang pada orangtua untuk bertanya tentang seks.
Usia 6 - 8 tahun:
  • Tetap informasikan pendidikan seks pada anak, walau tak ditanya. Jadikan peristiwa sehari-hari dilihat anak di lingkungannya sebagai bahan diskusi, misalnya jika ia tahu ada gadis hamil tanpa suami.
  • Jelaskan tentang nilai-nilai keluarga mengenai seks yang harus dihargai.
  • Berikan informasi mendasar tentang permasalahan seksual. Ajarkan cara menolak dan menghindari orang-orang yang mencoba menjamahnya secara tak senonoh.
  • Beritahukan tentang perubahan yang akan dialami bila menginjak masa pubertas.
Usia 9 - 12 tahun:
  • Bantu mereka memahami masa pubertas. Jelaskan apa yang akan dialami laki-laki dan perempuan di usia pubertas itu.
  • Hargai privasinya tapi tetap mendukung komunikasi terbuka. Jangan mengintip atau menggeledah kamarnya.
  • Tekankan bahwa proses kematangan dirinya berbeda dengan teman-temannya. Ia tak perlu rendah diri karena, misalnya, dadanya belum tumbuh besar.
  • Bantu mereka memahami bahwa secara kognitif dan emosional merek abelum matang untuk berhubungan intim.
  • Terbukalah mendiskusikan alat kontrasepsi. Jelaskan apa fungsinya dan kapan sebaiknya digunakan.
Usia 13 - 17 tahun:
Perlu diingat, bahwa pendidikan seks adalah tanggung jawab orangtua.
  • Ayah dan ibu bisa bergantian mandi bersama dengan anak-anaknya ketika mereka di usia balita, baik yang lelaki maupun perempuan. Sering anak usia balita ingin melihat bagaimana tubuh orang dewasa tanpa pakaian.
  • Ayah dan ibu bisa saling membantu dalam menjelaskan mengenai proses reproduksi atau mendiskusikan perbedaan organ tubuh pria dan wanita.
  • Ayah bisa menceritakan hal yang lebih detail pada remaja prianya tentang proses pubertas dan menjelaskan bahwa yang ia alami adalah normal.
  • Ibu bisa lebih detail menerangkan proses menstruasi dan bagaimana memelihara bagian intim agar tetap bersih.
  • Baik anak lelaki maupun perempuan harus mengerti apa yang dialami lawan jenisnya saat pubertas. Ayah dan ibu hendaknya menjadi orang yang paling bisa mereka percaya untuk memperoleh informasi tersebut.
Cara-cara di atas dapat disesuaikan tergantung pada pengertian yang bisa ditangkap anak. Galilah apa yang sudah ia ketahui tentang seks agar bisa diluruskan bila ada yang kurang tepat. Yang jelas, kini saatnya orangtua lebih aktif memberikan informasi pada anak sebelum ia memperolehnya dari sumber-sumber yang tidak bertanggung jawab. Seks sudah menjadi fenomena sehari-hari sehingga tidak perlu lagi merasa tabu untuk membicarakannya bersama anak.

0 komentar:

Posting Komentar